Jangan Curhat ke ChatGPT. Ini Bahaya yang Banyak Orang Nggak Tahu

Jakarta, 1 Agustus 2025 – ChatGPT bukan tempat curhat. Bukan ruang aman. Dan bukan wadah penyimpanan rahasia. CEO OpenAI Sam Altman sudah bicara blak-blakan. Jangan pernah mengira bahwa ngobrol dengan AI setara dengan bicara ke dokter, pengacara, atau psikolog.

“Jangan beri tahu kami rahasia Anda. Kami tidak menginginkan data itu,” kata Altman dalam podcast The Logan Bartlett Show.

Peringatan ini datang setelah tren mencemaskan mulai muncul. Jutaan pengguna, terutama anak muda, mulai menjadikan chatbot seperti ChatGPT sebagai tempat meluapkan isi hati. Mereka bicara soal trauma, hubungan, kesehatan mental, masalah keuangan, bahkan keputusan hukum.

Masalahnya, semua itu tidak dilindungi hukum. Tidak ada jaminan kerahasiaan seperti saat berkonsultasi dengan profesional. Dan dalam situasi tertentu, data yang Anda ketik bisa saja diakses oleh pihak ketiga lewat proses hukum.

“Kalau muncul gugatan atau kasus hukum, bisa saja kami diwajibkan menyerahkan data itu,” jelas Altman.

OpenAI memang menyediakan fitur “Chat History Off” untuk mencegah data masuk ke pelatihan model. Tapi fitur itu tidak berarti data benar-benar hilang atau tidak bisa diakses. Banyak orang belum paham bahwa interaksi dengan AI bukan percakapan privat.

Analis keamanan dari ESET, Jake Moore, mengatakan bahwa orang sering tertipu oleh cara AI merespons. ChatGPT bisa terdengar empatik dan cerdas. Tapi pada dasarnya, itu tetap mesin. Ia tidak punya kewajiban moral atau perlindungan hukum.

“Chatbot bukan pengganti tenaga profesional yang dilindungi hukum. Titik,” ujarnya.

Jennifer King, peneliti dari Stanford University, menyebut fenomena ini sebagai ilusi keintiman digital. Pengguna merasa dipahami, lalu membuka terlalu banyak hal pribadi. Padahal, AI tidak benar-benar peduli. Ia hanya memproses dan membalas.

Sementara itu, lebih dari 100 juta orang menggunakan ChatGPT setiap bulan. Banyak dari mereka mencari nasihat, validasi, dan dukungan emosional. Tapi kenyamanan itu bisa jadi jebakan. Apalagi saat regulasi belum siap mengimbangi.

Uni Eropa sedang menyiapkan AI Act. Sejumlah negara bagian di AS juga tengah merancang perlindungan data pengguna AI. Tapi kecepatan inovasi masih jauh di depan regulasi. Celah privasi tetap terbuka lebar.

Altman menekankan bahwa tanggung jawab utama tetap di tangan pengguna. AI adalah alat bantu. Tapi jika Anda memperlakukannya seperti terapis atau sahabat, itu risiko yang Anda pilih sendiri.

“Kami bangun sistem ini untuk membantu, bukan untuk menyimpan cerita hidup Anda,” tegasnya.

Kalau kamu tidak nyaman cerita itu ke orang asing di dunia nyata, jangan pernah cerita ke chatbot. Dalam dunia digital, batas aman bukan dibuat oleh teknologi. Tapi oleh keputusanmu sendiri.